Rabu, 30 April 2014

SkeNario Ku

Learning Outcome

SKENARIO 2
MORNING AFTER PILL



Oleh:
Nama : NUR AZIZAH SYAHRANA
NIM : 14811094
KELOMPOK E




PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2014

1.       Mengetahui tentang zina dan aborsi menurut hukum agama dan hukum negara 
Menurut Hukum Agama
Didalam Islam, zina termasuk perbuatan keji dan kotor dijelaskan dalam QS. al-Isra’ (17) : 32 makna mendekati zina saja hukumnya dilarang (haram) apalagi melakukannya.
Dalam QS. al-Furqaan (25): 68 Makna ayat ini menjelaskan bahwa perbuatan dosa besar setelah membunuh (aborsi) adalah zina. Perbuatan aborsi dan zina merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah dan berakibat sangat buruk bagi pelaku dan masyarakat.
QS. An-Nur ayat 2 : Makna perzinaan yang dilakukan laki-laki dan perempuan hukumnya dipukul/dicampung 100 kali.
HR. Bukhori dan Muslim: Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah. Makna seorang yang melakukan zina dan aborsi, maka darah Islam tidak halal
Menurut Hukum Negara
Undang-undang Perzinahan diatur dalam KUHP Buku Kedua Bab XIV: Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 284-296 yang dapat dikategorikan sebagai salah satu kejahatan terhadap kesusilaan, dimana hukuman  pidana penjara paling lama sembilan bulan. KUHP XIX Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 349 Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara selama 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut (Anonim, t.th).
Undang-undang yang mengatur tentang aborsi terdapt dalam UU No. 36 tahun 2009 pasal 75 yang mana yang menyebutkan :
1.       Setiap orang dilarang melakukan aborsi
2.       Sebagaimana larangan pada ayat 1 dikecualikan pada :
-          indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak dini kehamilan yang megancam nyawa ibu dan atau janin, yang menderita penyakit genetic atau bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki yang menyulitkan bayi tersebut hidup diluarkandungan.
-          Kehamilan  akibat pemerkosaan yang menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan
3.       Tindakan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 dilakukan setelah melalui konseling
4.       Ketentuan lebih lanjut tentang ayat 2 dan 3 diatur dengan peraturan pemerintah
Pasal 76 aborsi dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 minggu kecuali dalam hal kedaruratan, dilakukan oleh tenaga kesehatan, adanya persetujuan bumil dan izin suami (pemerkosaan) dan penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat (Anonim, 2009).
UU No. 36 th. 2009 ini menjelaskan setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali indikasi kedaruratan medis, kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma psikologis bagi korban namun hanya dapat dilakukan setelah konseling dengan konselor yang kompoten dan berwenang dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah ahli (Anonim, 2009).
2.       Mengetahui dan menjelaskan definisi, macam-macam, resiko dari MAP
Definisi; Morning after pill atau kontrasepsi pasca sanggama adalah kontrasepsi hormonal darurat yang digunakan setelah berhubungan seksual/pasca senggama tanpa pelindung. Pil ini berisi levonorgestrel pada dosis 0,75 mg 2x1 dan 1,5 mg 1x1 (Postinor®, Vortinor®). Bekerja dengan cara menghambat ovulasi dalam 5-7 hari artinya ovum tidak akan keluar sehingga mencegah pertemuan dari sperma dan sel telur berada di saluran reproduksi, bekerja dengan menggangu perkembangan telur dan menghambat fertilasi (pembuahan). Akan efektif apabila pil pertama diminum kurang dari 72 jam setelah melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan dan pil kedua harus diminum 12 jam berikutnya (Johnson, 2012).
Jenis pil kontrasepsi darurat
Cara
Merk dagang
Dosis
Waktu pemberian
Progestin
Postinor-2
2x1 tablet
Dalam waktu 3 hari pascasenggama, dosis kedua 12 jam kemudian
Estrogen
Lynoral, Premarin, progynova
2,5 mg/dosis  10 mg/dosis
Dalam waktu 3 hari pascasenggama, 2x1 dosis selama 5 hari
Mifepristone
RU-486
1x600 mg
Dalam waktu 3 hari pascasenggama
Danazol
Danocrine, Azol
2x4 tablet
Dalam waktu 3 hari pascasenggama, dosis kedua 12 jam kemudian
Resiko penggunaan pil ini adalah mual, muntah, nyeri perut, nyeri payudara, pusing/sakit kepala, kelelahan, dan pendarahan yang tidak teratur. Menurut WHO dan FDA, pil kontrasepsi darurat tidak membahayakan kehamilan yang sudah terjadi dan tidak memberikan efek yang buruk terhadap pertumbuhan janin (Johnson, 2012).
3.       Mengetahui prinsip-prinsip EBM
EBM merupakan suatu pendekatan medis dengan hasil-hasil penelitian terbaru antara subyek pasien dan kejadian untuk menentukan terapi atau penatalaksanaan suatu penyakit. Adapun prinsip dalam EBM yaitu :
a)      Ask : mengidentifikasi masalah dan memformulasikan pertanyaan, berupa PICO
b)      Access : penelusuran artikel terkait permasalahan yang ada,
c)       Appraise : Mengkaji bukti secara kritis (Critical appraisal),
d)      Apply : menerapkan hasil pengkaji sesuai pada kasus yang terkait, dan
e)      Audit : Mengevaluasi efektifitas dan mendokumentasikannya (Zwolsman, 2012 : 511-521).
4.       Mengetahui dan menjelaskan sikap profesinalisme apoteker dalam PIO berdasarkan kode etik dan sumpah apoteker terkait dengan skenario
Kode etik. Pada Bab I Kewajiban Umum, Pasal 3 Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya. Pasal 5 Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian. Pasal 6 Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain. Pasal 7 Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Bab II Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien Pasal 9 Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani. Maknanya seorang apoteker harus menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker dan berpegang teguh prinsip kemanusiaan, menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan, harus berbudi lurur dan menjadi contoh yang baik, mengutamakan kepentingan dan menghormati hak azasi pasien (ISFI, 2009).
PP 20/1962 berbunyi Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan (Anonim, 1962).
5.       Mengetahui  UU yang mengatur tentang hubungan apoteker dan pasien
Undang-undang yang mengatur tentang hubungan antara pasien dan apoteker terdapat UU No. 36 th 2009 pasal 7 Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab. Pasal 47 Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. dalam KEPMENKES No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar pelayanan kefarmasian di apotek pada Bab III, yakni apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti kepada pasien, apoteker harus memberikan konseling, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu (Anonim, 2004). Dalam kode etik Apoteker Indonesia menjelaskan seorang apoteker harus menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker dan berpegang teguh prinsip kemanusiaan, menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan, harus berbudi lurur dan menjadi contoh yang baik, mengutamakan kepentingan dan menghormati hak azasi pasien. (Anonim, 2004; ISFI, 2009).
6.       Mengetahui UU yang mengatur tentang pelayanan obat keras berdasarkan resep dokter
Pada PP 51 Tahun 2009 Pasal 24 : Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan Pasal 21 ayat 2: Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Sesuai ordonasi obat keras pada st. No 419 tanggal 22 desember 1949 yang di nyatakan obat keras adalah obat beracun yang mempunyai khasiat untuk mengobati dan mendisinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia, baik dalam subtasi maupun tidak. Obat daftar G boleh di serahkan kepada seseorang dengan resep dokter dan obat ini dalam daftar G tidak boleh di beli bebas harus dengan resep. Menurut Kepmenkes RI 949/2000 yang menetapkan/memasukkan obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai berikut :
a.    Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan denagn resep dokter.
b.    Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk dipergunakan secara parenteral.
c.     Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia (Anonim, 1949; 2000; 2009).


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1949. st. No 419 Tentang Obat Keras. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 1962. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah/ Janji Apoteker. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. https://ropeg-kemenkes.or.id/documents/pp196220.pdf (Diakses 20 Februari 2014).
Anonim. 2000. Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/ VI/2000. Tentang Penggolongan Obat. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2004. KEPMENKES No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar pelayanan kefarmasian di apotek. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2009. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2009. Undang-undang RI No.36 Tentang Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. T.th KUHP Buku Kedua Bab XIV: Kejahatan Terhadap Kesusilaan. perpustakaan-elsam.or.id/ruu. (Diakses 20 Februari 2014).
Depertemen Agama. 2013. Alquran dan terjemahan. Jakarta : PT. Insan Media Pustaka
ISFI. 2009. Kode Etik Apoteker. Kongres Nasional Jakarta.
Johnson, Jennifer. 2012. The Difference Between the Morning-After Pill and the Abortion Pill. PPFA New York

Zwolsman, Sandra, Ellen, Lotty, et.all. 2012. Barriers to GPs’ use of Evidence Based – Medicine. British Journal of General Practice.

UIn Alauddin Makassar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar