Learning Outcome
SKENARIO 1
“GALAU ANTARA PBL DAN FLEK HITAM”
Oleh:
Nama : NUR AZIZAH SYAHRANA
NIM : 14811094
KELOMPOK E
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2014
1.
Pentingnya Menuntun Ilmu
Menurut al-Quran
Surah al-Mujadilah (58) : 11 “Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang
berilmu beberapa darjat.” Maknanya bahwa Allah SWT meninggikan derajat orang-orang
beriman, teristimewa orang-orang beriman lagi berilmu pengetahuan jika ilmu
tersebut dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Akan tetapi jika pengetahuan
yang dimiliki hanya digunakan untuk mencelakakan atau membahayakan orang lain
maka hal tersebut tidak dibenarkan (Depertemen Agama, 2013).
Surat Az-zumar (39) : 9 yang artinya “Katakanlah
lagi (kepadanya): Adakah sama orang-orang yang mengetahui Dengan orang-orang
yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang-orang yang dapat mengambil pelajaran
dan peringatan hanyalah orang-orang yang berakal sempurna”.Makna surah
ini menjelaskan perbedaan antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu dimana
orang-orang yang berakallah dan berilmu yang dapat mengambil pelajaran
(Depertemen Agama, 2013).
Menurut Hadis
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian islamnya adalah yang paling baik akhlaq jika mereka
menuntut ilmu. Makna seorang muslim akhlaknya akan baik jika dibarengi dengan
ilmu yang didapatkan (Imanto, 2011).
Dari Anas bin Malik r.a., katanya: Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Menuntut ilmu adalah
satu fardu yang wajib atas tiap-tiap seorang Islam."
(Ibnu Majah) Makna kita sebagai umat manusia yang telah diberi akal menggunkan
akal kita untuk mencari ilmu adalah kewajiban (Imanto, 2011 : 5).
2.
Definisi Dan Tujuan PBL
Definisi;
Problem Based Learning (PBL) adalah suatu strategi belajar
yang dimulai dengan menghadapkan mahasiswa pada suatu permasalahan yang tidak
terstruktur (ill-structure), atau
kontekstual dan menarik (contextual and
engaging), dan mengutamakan keaktifan, keterampilan berpikir, rasa percaya
diri, kerja sama serta mengembangkan kemandirian sehingga dihasilkan suatu
kesimpulan atau keputusan bersama (Fachrurazi, 2011 :80).
PBL merupakan metode pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai
dasar berpusat pada siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri
dalam menghadapi masalah dan disertai proses mempelajari/memahami masalah
tersebut (Mansur, 2012 : 2).
Tujuan; untuk membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir, keterampilan berkomunikasi, belajar tentang
kehidupan/situasi riil atau situasi yang disimulasikan, menjadi pelajar yang
mandiri, mencari dan memanfaatkan sumber belajar dari
lingkungan sekitar, dan mengembangkan strategi pada suatu masalah
(Mansur, 2012 : 2; Marsigit, 2013 : 2).
3.
Kelebihan Dan Kekurangan PBL
Kelebihan = meningkatkan
aktivitas belajar, mengembangkan
kemampuan berpikir kritis,
mendorong siswa untuk lebih berinteraksi/aktif, membangun kerja sama antara
siswa dan tutor, dan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang ditemukan kedalam dunia
nyata (Sudarman, 2012).
Kekurangan = merasa kurang nyaman belajar
mandiri, tutor hanya sebagai fasilitator hanya bisa menyimak apa yang
disampaikan siswa, siswa merasa khawatir atau kurang percaya atas informasi
yang digunakan, membutuhkan penyediaan fasilias yang lebih banyak (Yusfy, 2012).
4.
Cara Belajar Yang Efektif
Menggunakan strategi pembelajaran kooperatif dan individual yang
berbasis pembelajaran aktif, innovatif (kreasi baru), kreatif, efektif dan
menyenangkan (PAIKEM) dengan metode pebelajaran membentuk kelompok kecil untuk
melakukan diskusi, belajar tuntas dengan memberikan waktu yang cukup dan
pembelajaran yang tepat, mengerjakan yang lebih penting terlebih dahulu, tantang diri
kita sendiri secara berkesinambungan dengan menyimak, membaca dan mencatat dalam proses belajar
namun hal ini tergantung dari individu
masing-masing (Mularsih, 2010 : 67-68; Yasin, 2012 : 2).
5.
Modalitas Tipe-Tipe Belajar
a. Gaya visual (Visual Learners) lebih
menyukai memproses informasi melalui penglihatan, biasanya menggunakan
simbol/warna/gambar yang mencolok,
b.
Gaya auditoriI (Auditory
Learners) mengandalkan pada
pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya, membutuhkan suasana
tenang dan dibantu oleh orang lain saat belajar (dibacakan),
c. Kinestetik (Kinesthetic
Learners) menyukai informasi melalui gerakan, praktek atau sentuhan,
menyukai permainan dan aktivitas fisik (Asmadi, dkk, 2011 : 2-3; Widodo, 2010 : 113-115).
6.
Peran Apoteker Di Apotek
Pada
PP. 51 th. 1999 Bab II Pekerjaan Kefarmasian meliputi pengadaan,
produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi. Pasal 21 penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter
(obat keras) dilaksanakan oleh apoteker selain itu apoteker juga memberikan
kebutuhan pemberian obat lain seperti obat wajib apotek, obat bebas dan obat
bebas terbatas dalam hal pengobatan sendiri (Anonim, 1999).
KEMPENKES No.1027/MENKES/SK/IX/2004 apoteker melaksanakan pemberian informasi, monitoring
penggunaan obat dalam proses pelayanan. Pada bab III pelayanan berupa pelayanan
resep (skrining resep dan penyiapan resep), Promosi dan Edukasi berupa
penyebaran leaflet, brosur, poster; Pelayanan residensial (home care) dimana apoteker harus membuat catatan pegobatan (medication record) (Anonim, 2004).
PERMENKES No. 922/MENKES/PER/X/1993 Bab
VII pasal 15 dalam hal pelayanan dimana apoteker
wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab yang dilandasi kepentingan
masyarakat, tidak diizinkan untuk mengganti obat generik didalam resep dengan
obat paten, wajib memberikan informasi kepada pasien/masyarakat (Anonim,
1993).
7.
Sikap Profesiaonalisme Apoteker Dan
Kode Etik Apoteker
PP. 51 th. 1999 Pasal 20 seorang apoteker dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan kefarmasian, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping yang
memiliki SIPA dan/atau TenagaTeknis Kefarmasian. KEMPENKES RI No: 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19 Apabila Apoteker
Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA harus
menunjuk Apoteker pendamping; jika berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk
Apoteker Pengganti (Anonim, 1999; 2002).
Kode Etik (Kepkongres No. 006/KONGRES/
XVIII/ISFI/2009)
Mukadimah : Dimana seorang apoteker dalam
menjalankan tugas kewajibannya serta mengamalkan keahliannya harus senantiasa
mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan YME, berpengang teguh kepada
sumpah/janji Apoteker dan berpedoman pada ikatan moral yakni kode etik.
Bab I : Kewajiban umum (pasal 1-8) dimana seorang apoteker harus
menjunjung, menghayati dan mengamalkan sumpah/janji apoteker, mengamalkan kode
etik Apoteker Indonesia, berpengang teguh pada prinsip kemanusiaan, aktif
mengikuti perkembangan dibidang kesehatan (farmasi), menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan, berbudi luhur, menjadi sumber informasi dan mengikuti
perkembangan perundang-undangan.
Bab II : Kewajiban apoteker terhadap
pasien (pasal 9) dimana
apoteker harus mengutamakan kepentingan dan menghormati hak azasi pasien.
Dimana apoteker harus menyadari bahwa dia tidak hanya bekerja untuk dirinya
sendiri tetapi untuk masyarakat .
Bab III : Kewajiban apoteker terhadap
teman sejawat (pasal 10-12) dimana
apoteker memperlakukan sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan, saling
mengingatkan dan menasehati serta
meningkatkan kerjasama dan saling mempercayai.
Bab IV : Kewajiban apoteker terhadap
sejawat dan petugas kesehatan lain (pasal 13 -14) apoteker meningkatkan hubungan
profesi, saling menghargai dan menghormati serta hendaknya menjauhkan diri dari
tindakan yang dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat.
Bab V : Penutup (pasal 15) apoteker bersungguh-sungguh menghayati
dan mengamalkan kode etik, apabila dengan sengaja/tidak sengaja melanggar akan
menerima sanksi (ISFI, 2009).
8.
Definisi, Syarat Penyerahan Dan
Kriteria OWA (Obat Wajib Apotek)
OWA
(Pada keputusan pertama dalam putusan Menkes No: 347/ MenKes/SK/VII/1990) adalah
obat
keras yang dapat diberikan tanpa resep dokter yang diserahkan oleh apoteker
kepada pasien di apotik
Syarat (Pada
keputusan ke empat dalam putusan Menkes No: 347/ MenKes/SK/VII/1990), diwajibkan : memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per
pasien yang disebutkan sesuai dalam
daftar Obat Wajib Apotik, Membuat catatan pasien dan obat yang
diserahkan serta memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien (Anonim,
1990).
Kriteria
(Permenkes N0: 919/MENKES/PER/X/1993): Tidak dikontraindikasikan untuk
penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas
65 tahun, Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit, Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus
yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, diperlukan untuk penyakit yang
prevalensinya tinggi di Indonesia dan obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat
keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Anonim,
1993 : 2).
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
1990. KEPMENKES No.
347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, Daftar Obat Wajib Apotek No.
1. Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim.
1990. Permenkes N0: 919/MENKES/PER/X/1993
tentang perubahan atas Permenkes RI No.
922/MENKES/PER/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotik. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Anonim. 1993. Menteri Kesehatan RI No.922/ Menkes / PER /
X / 1993. Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Anonim. 2002. KEMPENKES RI No: 1332/MENKES/SK/X/2002. Tentang Ketentuan Dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik. Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim. 2004. KEPMENKES No
1027/MenKes/Per/SK/IX/2004.Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2009. PP No.51 th
2009. Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Asmadi, Alsa, dkk. 2011. Gaya, Regulasi Belajar Dan Pembelajaran
Berpusat Mahasiswa. Jogjakarta. Fakultas Psikologi UGM. Alsa Learning Style. http://psikologi.ugm.ac.id/ (diakses
13 Februari 2014)
Depertemen Agama. 2013. Alquran
dan terjemahan. Jakarta : PT.
Insan Media Pustaka
Fachrurazi, 2011, Penerapan
Pembelajaran Berbasis masalah Untuk Meningkatkan kemampuan Berpikir Kritis dan
komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar, ISSN 1412-565X. http://jurnal.upi.edu/ (Diakses 12 Feb 2014)
Imanto. 2011. Meraih
Kemulian Hakiki dengan Ilmu Syar’i. http://Imanto.staff.ipb.ac.id/2011/02/16. (Diakses
12 Feb 2014)
ISFI. 2009, Kode Etik
Apoteker. Kongres Nasional Indonesia, Jakarta.
http:ikatanapotekerindonesia.net (diakses 12 Februari 2014)
Mansur DI, Kayastha SR, dkk., 2012. Problem Based Learning in
Medical Education. Kathmandu Univ Med J. VOL.10.
NO. 4. ISSUE 40. http://www.kumj.com.np/issue/40/78-82.pdf (diakses
12 Feb 2014)
Marsigit. 2013. Berbagai
Metode Pembelajaran yang Cocok untuk Kurikulum 2013, Jakarta.
Mularsih, 2010. Strategi
Pembelajaran, Tipe kepribadian dan Hasil Belajar Indonesia Pada Siswa Sekolah
Menengah Pertama, Makara, Sosial
Humaniora, Vol 14, No. 1. Jakarta : Universitas Tarumanagara.
Sudarman, Gede M., 2012, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem-Based Learning)
Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran
Ekonomi Siswa Kelas X1 SMA Negeri 1 Sawan Tahun 2012/2013, Jurnal
Mahasiswa. Vol 2, No. 1. Singaradja : Universitas Pendidikan Ganesha Indonesia.
http://ejournal.undiksha.ac.id
Widodo, Setiyo. 2010., Smart
Learning technology Menjadi juara dalam waktu singkat. Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo
Yasin, Salehuddin Yasin. 2012.
Metode Belajar Dan Pembelajaran Yang Efektif. Jurnal Adabiyah, ISSN: 1421-6141. Vol. XII No. I. http://ftk.uin-alauddin.ac.id/ (diakses
12 Februari 2014)
Yusfy, 2012.
Kelebihan dan kekurangan model
pembelajaran. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2254000-kelebihan-dan-kekurangan-model-pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar