Rabu, 30 April 2014

SkeNario Ku

Learning Outcome

SKENARIO 2
MORNING AFTER PILL



Oleh:
Nama : NUR AZIZAH SYAHRANA
NIM : 14811094
KELOMPOK E




PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2014

1.       Mengetahui tentang zina dan aborsi menurut hukum agama dan hukum negara 
Menurut Hukum Agama
Didalam Islam, zina termasuk perbuatan keji dan kotor dijelaskan dalam QS. al-Isra’ (17) : 32 makna mendekati zina saja hukumnya dilarang (haram) apalagi melakukannya.
Dalam QS. al-Furqaan (25): 68 Makna ayat ini menjelaskan bahwa perbuatan dosa besar setelah membunuh (aborsi) adalah zina. Perbuatan aborsi dan zina merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah dan berakibat sangat buruk bagi pelaku dan masyarakat.
QS. An-Nur ayat 2 : Makna perzinaan yang dilakukan laki-laki dan perempuan hukumnya dipukul/dicampung 100 kali.
HR. Bukhori dan Muslim: Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah. Makna seorang yang melakukan zina dan aborsi, maka darah Islam tidak halal
Menurut Hukum Negara
Undang-undang Perzinahan diatur dalam KUHP Buku Kedua Bab XIV: Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 284-296 yang dapat dikategorikan sebagai salah satu kejahatan terhadap kesusilaan, dimana hukuman  pidana penjara paling lama sembilan bulan. KUHP XIX Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 349 Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara selama 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut (Anonim, t.th).
Undang-undang yang mengatur tentang aborsi terdapt dalam UU No. 36 tahun 2009 pasal 75 yang mana yang menyebutkan :
1.       Setiap orang dilarang melakukan aborsi
2.       Sebagaimana larangan pada ayat 1 dikecualikan pada :
-          indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak dini kehamilan yang megancam nyawa ibu dan atau janin, yang menderita penyakit genetic atau bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki yang menyulitkan bayi tersebut hidup diluarkandungan.
-          Kehamilan  akibat pemerkosaan yang menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan
3.       Tindakan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 dilakukan setelah melalui konseling
4.       Ketentuan lebih lanjut tentang ayat 2 dan 3 diatur dengan peraturan pemerintah
Pasal 76 aborsi dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 minggu kecuali dalam hal kedaruratan, dilakukan oleh tenaga kesehatan, adanya persetujuan bumil dan izin suami (pemerkosaan) dan penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat (Anonim, 2009).
UU No. 36 th. 2009 ini menjelaskan setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali indikasi kedaruratan medis, kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma psikologis bagi korban namun hanya dapat dilakukan setelah konseling dengan konselor yang kompoten dan berwenang dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah ahli (Anonim, 2009).
2.       Mengetahui dan menjelaskan definisi, macam-macam, resiko dari MAP
Definisi; Morning after pill atau kontrasepsi pasca sanggama adalah kontrasepsi hormonal darurat yang digunakan setelah berhubungan seksual/pasca senggama tanpa pelindung. Pil ini berisi levonorgestrel pada dosis 0,75 mg 2x1 dan 1,5 mg 1x1 (Postinor®, Vortinor®). Bekerja dengan cara menghambat ovulasi dalam 5-7 hari artinya ovum tidak akan keluar sehingga mencegah pertemuan dari sperma dan sel telur berada di saluran reproduksi, bekerja dengan menggangu perkembangan telur dan menghambat fertilasi (pembuahan). Akan efektif apabila pil pertama diminum kurang dari 72 jam setelah melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan dan pil kedua harus diminum 12 jam berikutnya (Johnson, 2012).
Jenis pil kontrasepsi darurat
Cara
Merk dagang
Dosis
Waktu pemberian
Progestin
Postinor-2
2x1 tablet
Dalam waktu 3 hari pascasenggama, dosis kedua 12 jam kemudian
Estrogen
Lynoral, Premarin, progynova
2,5 mg/dosis  10 mg/dosis
Dalam waktu 3 hari pascasenggama, 2x1 dosis selama 5 hari
Mifepristone
RU-486
1x600 mg
Dalam waktu 3 hari pascasenggama
Danazol
Danocrine, Azol
2x4 tablet
Dalam waktu 3 hari pascasenggama, dosis kedua 12 jam kemudian
Resiko penggunaan pil ini adalah mual, muntah, nyeri perut, nyeri payudara, pusing/sakit kepala, kelelahan, dan pendarahan yang tidak teratur. Menurut WHO dan FDA, pil kontrasepsi darurat tidak membahayakan kehamilan yang sudah terjadi dan tidak memberikan efek yang buruk terhadap pertumbuhan janin (Johnson, 2012).
3.       Mengetahui prinsip-prinsip EBM
EBM merupakan suatu pendekatan medis dengan hasil-hasil penelitian terbaru antara subyek pasien dan kejadian untuk menentukan terapi atau penatalaksanaan suatu penyakit. Adapun prinsip dalam EBM yaitu :
a)      Ask : mengidentifikasi masalah dan memformulasikan pertanyaan, berupa PICO
b)      Access : penelusuran artikel terkait permasalahan yang ada,
c)       Appraise : Mengkaji bukti secara kritis (Critical appraisal),
d)      Apply : menerapkan hasil pengkaji sesuai pada kasus yang terkait, dan
e)      Audit : Mengevaluasi efektifitas dan mendokumentasikannya (Zwolsman, 2012 : 511-521).
4.       Mengetahui dan menjelaskan sikap profesinalisme apoteker dalam PIO berdasarkan kode etik dan sumpah apoteker terkait dengan skenario
Kode etik. Pada Bab I Kewajiban Umum, Pasal 3 Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya. Pasal 5 Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian. Pasal 6 Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain. Pasal 7 Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Bab II Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien Pasal 9 Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani. Maknanya seorang apoteker harus menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker dan berpegang teguh prinsip kemanusiaan, menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan, harus berbudi lurur dan menjadi contoh yang baik, mengutamakan kepentingan dan menghormati hak azasi pasien (ISFI, 2009).
PP 20/1962 berbunyi Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan (Anonim, 1962).
5.       Mengetahui  UU yang mengatur tentang hubungan apoteker dan pasien
Undang-undang yang mengatur tentang hubungan antara pasien dan apoteker terdapat UU No. 36 th 2009 pasal 7 Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab. Pasal 47 Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. dalam KEPMENKES No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar pelayanan kefarmasian di apotek pada Bab III, yakni apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti kepada pasien, apoteker harus memberikan konseling, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu (Anonim, 2004). Dalam kode etik Apoteker Indonesia menjelaskan seorang apoteker harus menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker dan berpegang teguh prinsip kemanusiaan, menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan, harus berbudi lurur dan menjadi contoh yang baik, mengutamakan kepentingan dan menghormati hak azasi pasien. (Anonim, 2004; ISFI, 2009).
6.       Mengetahui UU yang mengatur tentang pelayanan obat keras berdasarkan resep dokter
Pada PP 51 Tahun 2009 Pasal 24 : Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan Pasal 21 ayat 2: Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Sesuai ordonasi obat keras pada st. No 419 tanggal 22 desember 1949 yang di nyatakan obat keras adalah obat beracun yang mempunyai khasiat untuk mengobati dan mendisinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia, baik dalam subtasi maupun tidak. Obat daftar G boleh di serahkan kepada seseorang dengan resep dokter dan obat ini dalam daftar G tidak boleh di beli bebas harus dengan resep. Menurut Kepmenkes RI 949/2000 yang menetapkan/memasukkan obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai berikut :
a.    Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan denagn resep dokter.
b.    Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk dipergunakan secara parenteral.
c.     Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia (Anonim, 1949; 2000; 2009).


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1949. st. No 419 Tentang Obat Keras. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 1962. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah/ Janji Apoteker. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. https://ropeg-kemenkes.or.id/documents/pp196220.pdf (Diakses 20 Februari 2014).
Anonim. 2000. Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/ VI/2000. Tentang Penggolongan Obat. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2004. KEPMENKES No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar pelayanan kefarmasian di apotek. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2009. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2009. Undang-undang RI No.36 Tentang Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. T.th KUHP Buku Kedua Bab XIV: Kejahatan Terhadap Kesusilaan. perpustakaan-elsam.or.id/ruu. (Diakses 20 Februari 2014).
Depertemen Agama. 2013. Alquran dan terjemahan. Jakarta : PT. Insan Media Pustaka
ISFI. 2009. Kode Etik Apoteker. Kongres Nasional Jakarta.
Johnson, Jennifer. 2012. The Difference Between the Morning-After Pill and the Abortion Pill. PPFA New York

Zwolsman, Sandra, Ellen, Lotty, et.all. 2012. Barriers to GPs’ use of Evidence Based – Medicine. British Journal of General Practice.

UIn Alauddin Makassar

PBL_Skenarioku

Learning Outcome

SKENARIO 1
“GALAU ANTARA PBL DAN FLEK HITAM”



Oleh:
Nama : NUR AZIZAH SYAHRANA
NIM : 14811094
KELOMPOK E



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2014



1.    Pentingnya Menuntun Ilmu
Menurut al-Quran
Surah al-Mujadilah (58) : 11 “Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu beberapa darjat.” Maknanya bahwa Allah SWT meninggikan derajat orang-orang beriman, teristimewa orang-orang beriman lagi berilmu pengetahuan jika ilmu tersebut dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Akan tetapi jika pengetahuan yang dimiliki hanya digunakan untuk mencelakakan atau membahayakan orang lain maka hal tersebut tidak dibenarkan (Depertemen Agama, 2013).
Surat Az-zumar (39) : 9 yang artinya “Katakanlah lagi (kepadanya): Adakah sama orang-orang yang mengetahui Dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang-orang yang dapat mengambil pelajaran dan peringatan hanyalah orang-orang yang berakal sempurna”.Makna surah ini menjelaskan perbedaan antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu dimana orang-orang yang berakallah dan berilmu yang dapat mengambil pelajaran (Depertemen Agama, 2013).
Menurut Hadis
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian islamnya adalah yang paling baik akhlaq jika mereka menuntut ilmu. Makna seorang muslim akhlaknya akan baik jika dibarengi dengan ilmu yang didapatkan (Imanto, 2011).
Dari Anas bin Malik r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Menuntut ilmu adalah satu fardu yang wajib atas tiap-tiap seorang Islam." (Ibnu Majah) Makna kita sebagai umat manusia yang telah diberi akal menggunkan akal kita untuk mencari ilmu adalah kewajiban (Imanto, 2011 : 5).

2.    Definisi Dan Tujuan PBL
Definisi;
Problem Based Learning (PBL) adalah suatu strategi belajar yang dimulai dengan menghadapkan mahasiswa pada suatu permasalahan yang tidak terstruktur (ill-structure), atau kontekstual dan menarik (contextual and engaging), dan mengutamakan keaktifan, keterampilan berpikir, rasa percaya diri, kerja sama serta mengembangkan kemandirian sehingga dihasilkan suatu kesimpulan atau keputusan bersama (Fachrurazi, 2011 :80).
PBL merupakan metode pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar berpusat pada siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri dalam menghadapi masalah dan disertai proses mempelajari/memahami masalah tersebut (Mansur, 2012 : 2).
Tujuan; untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan berkomunikasi, belajar tentang kehidupan/situasi riil atau situasi yang disimulasikan, menjadi pelajar yang mandiri, mencari dan memanfaatkan sumber belajar dari lingkungan sekitar, dan mengembangkan strategi pada suatu masalah (Mansur, 2012 : 2; Marsigit, 2013 : 2).

3.    Kelebihan Dan Kekurangan PBL
Kelebihan = meningkatkan aktivitas belajar, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mendorong siswa untuk lebih berinteraksi/aktif, membangun kerja sama antara siswa dan tutor, dan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang ditemukan kedalam dunia nyata (Sudarman, 2012).
Kekurangan = merasa kurang nyaman belajar mandiri, tutor hanya sebagai fasilitator hanya bisa menyimak apa yang disampaikan siswa, siswa merasa khawatir atau kurang percaya atas informasi yang digunakan, membutuhkan penyediaan fasilias yang lebih banyak (Yusfy, 2012).

4.    Cara Belajar Yang Efektif
Menggunakan strategi pembelajaran kooperatif dan individual yang berbasis pembelajaran aktif, innovatif (kreasi baru), kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM) dengan metode pebelajaran membentuk kelompok kecil untuk melakukan diskusi, belajar tuntas dengan memberikan waktu yang cukup dan pembelajaran yang tepat, mengerjakan yang lebih penting terlebih dahulu, tantang diri kita sendiri secara berkesinambungan dengan menyimak, membaca dan mencatat dalam proses belajar namun  hal ini tergantung dari individu masing-masing (Mularsih, 2010 : 67-68; Yasin, 2012 : 2).

5.    Modalitas Tipe-Tipe Belajar
a.    Gaya visual (Visual Learners) lebih menyukai memproses informasi melalui penglihatan, biasanya menggunakan simbol/warna/gambar yang mencolok,
b.    Gaya auditoriI (Auditory Learners) mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya, membutuhkan suasana tenang dan dibantu oleh orang lain saat belajar (dibacakan),
c.     Kinestetik (Kinesthetic Learners) menyukai informasi melalui gerakan, praktek atau sentuhan,  menyukai permainan dan aktivitas fisik (Asmadi, dkk, 2011 : 2-3; Widodo, 2010 : 113-115).

6.    Peran Apoteker Di Apotek
Pada PP. 51 th. 1999 Bab II Pekerjaan Kefarmasian meliputi pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi. Pasal 21 penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter (obat keras) dilaksanakan oleh apoteker selain itu apoteker juga memberikan kebutuhan pemberian obat lain seperti obat wajib apotek, obat bebas dan obat bebas terbatas dalam hal pengobatan sendiri (Anonim, 1999).
KEMPENKES No.1027/MENKES/SK/IX/2004 apoteker melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dalam proses pelayanan. Pada bab III pelayanan berupa pelayanan resep (skrining resep dan penyiapan resep), Promosi dan Edukasi berupa penyebaran leaflet, brosur, poster; Pelayanan residensial (home care) dimana apoteker harus membuat catatan pegobatan (medication record) (Anonim, 2004).
PERMENKES No. 922/MENKES/PER/X/1993 Bab VII pasal 15 dalam hal pelayanan dimana apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab yang dilandasi kepentingan masyarakat, tidak diizinkan untuk mengganti obat generik didalam resep dengan obat paten, wajib memberikan informasi kepada pasien/masyarakat (Anonim, 1993).

7.    Sikap Profesiaonalisme Apoteker Dan Kode Etik Apoteker
PP. 51 th. 1999 Pasal 20 seorang apoteker dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan kefarmasian, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping yang memiliki SIPA dan/atau TenagaTeknis Kefarmasian. KEMPENKES RI No: 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19 Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA harus menunjuk Apoteker pendamping; jika berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (Anonim, 1999; 2002).

Kode Etik (Kepkongres No. 006/KONGRES/ XVIII/ISFI/2009)
Mukadimah : Dimana seorang apoteker dalam menjalankan tugas kewajibannya serta mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan YME, berpengang teguh kepada sumpah/janji Apoteker dan berpedoman pada ikatan moral yakni kode etik.
Bab I : Kewajiban umum (pasal 1-8) dimana seorang apoteker harus menjunjung, menghayati dan mengamalkan sumpah/janji apoteker, mengamalkan kode etik Apoteker Indonesia, berpengang teguh pada prinsip kemanusiaan, aktif mengikuti perkembangan dibidang kesehatan (farmasi), menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan, berbudi luhur, menjadi sumber informasi dan mengikuti perkembangan perundang-undangan.
Bab II : Kewajiban apoteker terhadap pasien (pasal 9) dimana apoteker harus mengutamakan kepentingan dan menghormati hak azasi pasien. Dimana apoteker harus menyadari bahwa dia tidak hanya bekerja untuk dirinya sendiri tetapi untuk masyarakat .
Bab III : Kewajiban apoteker terhadap teman sejawat (pasal 10-12) dimana apoteker memperlakukan sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan, saling mengingatkan dan menasehati serta meningkatkan kerjasama dan saling mempercayai.
Bab IV : Kewajiban apoteker terhadap sejawat dan petugas kesehatan lain (pasal 13 -14) apoteker meningkatkan hubungan profesi, saling menghargai dan menghormati serta hendaknya menjauhkan diri dari tindakan yang dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat.
Bab V : Penutup (pasal 15) apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik, apabila dengan sengaja/tidak sengaja melanggar akan menerima sanksi (ISFI, 2009).

8.    Definisi, Syarat Penyerahan Dan Kriteria OWA (Obat Wajib Apotek)
OWA (Pada keputusan pertama dalam putusan Menkes No: 347/ MenKes/SK/VII/1990) adalah obat keras yang dapat diberikan tanpa resep dokter yang diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotik
Syarat (Pada keputusan ke empat dalam putusan Menkes No: 347/ MenKes/SK/VII/1990), diwajibkan : memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan sesuai dalam  daftar Obat Wajib Apotik, Membuat catatan pasien dan obat yang diserahkan serta memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien (Anonim, 1990).
Kriteria (Permenkes N0: 919/MENKES/PER/X/1993): Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun, Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit, Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia dan obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Anonim, 1993 : 2).


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1990. KEPMENKES No. 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, Daftar Obat Wajib Apotek No. 1. Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim. 1990. Permenkes N0: 919/MENKES/PER/X/1993 tentang perubahan atas Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotik. Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim. 1993. Menteri Kesehatan RI No.922/ Menkes / PER / X / 1993. Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim. 2002. KEMPENKES RI No: 1332/MENKES/SK/X/2002. Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim. 2004. KEPMENKES No 1027/MenKes/Per/SK/IX/2004.Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2009. PP No.51 th 2009. Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Asmadi, Alsa, dkk. 2011. Gaya, Regulasi Belajar Dan Pembelajaran Berpusat Mahasiswa. Jogjakarta. Fakultas Psikologi UGM. Alsa Learning Style. http://psikologi.ugm.ac.id/ (diakses 13 Februari 2014)
Depertemen Agama. 2013. Alquran dan terjemahan. Jakarta : PT. Insan Media Pustaka
Fachrurazi, 2011, Penerapan Pembelajaran Berbasis masalah Untuk Meningkatkan kemampuan Berpikir Kritis dan komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar, ISSN 1412-565X. http://jurnal.upi.edu/ (Diakses 12 Feb 2014)
Imanto. 2011. Meraih Kemulian Hakiki dengan Ilmu Syar’i. http://Imanto.staff.ipb.ac.id/2011/02/16. (Diakses 12 Feb 2014)
ISFI. 2009, Kode Etik Apoteker. Kongres Nasional Indonesia, Jakarta. http:ikatanapotekerindonesia.net (diakses 12 Februari 2014)
Mansur DI, Kayastha SR, dkk., 2012. Problem Based Learning in Medical Education. Kathmandu Univ Med J. VOL.10. NO. 4. ISSUE 40. http://www.kumj.com.np/issue/40/78-82.pdf (diakses 12 Feb 2014)
Marsigit. 2013. Berbagai Metode Pembelajaran yang Cocok untuk Kurikulum 2013, Jakarta.
Mularsih, 2010.  Strategi Pembelajaran, Tipe kepribadian dan Hasil Belajar Indonesia Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama, Makara, Sosial Humaniora, Vol 14, No. 1. Jakarta : Universitas Tarumanagara.
Sudarman, Gede M., 2012, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X1 SMA Negeri 1 Sawan Tahun 2012/2013, Jurnal Mahasiswa. Vol 2, No. 1. Singaradja : Universitas Pendidikan Ganesha Indonesia. http://ejournal.undiksha.ac.id  
Widodo, Setiyo. 2010., Smart Learning technology Menjadi juara dalam waktu singkat. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Yasin, Salehuddin Yasin. 2012.  Metode Belajar Dan Pembelajaran Yang Efektif. Jurnal Adabiyah, ISSN: 1421-6141. Vol. XII No. I. http://ftk.uin-alauddin.ac.id/ (diakses 12 Februari 2014)