Learning
Outcome
SKENARIO 2
“MORNING
AFTER PILL”
Oleh:
Nama
: NUR AZIZAH SYAHRANA
NIM
: 14811094
KELOMPOK
E
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2014
1.
Mengetahui
tentang zina dan aborsi menurut hukum agama dan hukum negara
Menurut Hukum Agama
Didalam Islam, zina termasuk perbuatan keji dan kotor dijelaskan
dalam QS. al-Isra’ (17) : 32 makna mendekati zina saja hukumnya dilarang
(haram) apalagi melakukannya.
Dalam QS. al-Furqaan
(25): 68 Makna ayat ini menjelaskan bahwa perbuatan dosa besar setelah membunuh
(aborsi) adalah zina. Perbuatan aborsi dan zina merupakan perbuatan yang
dilarang oleh Allah dan berakibat sangat buruk bagi pelaku dan masyarakat.
QS. An-Nur
ayat 2 : Makna perzinaan yang dilakukan laki-laki dan perempuan hukumnya
dipukul/dicampung 100 kali.
HR.
Bukhori dan Muslim: Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena
salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang
yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya
memisahkan diri dari jamaah. Makna seorang yang melakukan zina dan aborsi, maka
darah Islam tidak halal
Menurut Hukum Negara
Undang-undang Perzinahan diatur dalam KUHP Buku Kedua Bab XIV:
Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 284-296 yang dapat dikategorikan sebagai
salah satu kejahatan terhadap kesusilaan, dimana hukuman pidana penjara
paling lama sembilan bulan. KUHP XIX Pasal 346:
Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun. Pasal 349 Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi
terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman
penjara selama 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15
tahun penjara. Jika dengan persetujuan ibu hamil,
maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam
hukuman 7 tahun penjara. Jika yang
melakukan dan atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan
atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk
berpraktik dapat dicabut (Anonim, t.th).
Undang-undang yang mengatur tentang aborsi terdapt dalam UU No. 36
tahun 2009 pasal 75 yang mana yang menyebutkan :
1.
Setiap orang dilarang melakukan aborsi
2.
Sebagaimana larangan pada ayat 1 dikecualikan
pada :
-
indikasi kedaruratan medis yang dideteksi
sejak dini kehamilan yang megancam nyawa ibu dan atau janin, yang menderita
penyakit genetic atau bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki yang
menyulitkan bayi tersebut hidup diluarkandungan.
-
Kehamilan
akibat pemerkosaan yang menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan
3. Tindakan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 dilakukan setelah melalui konseling
4.
Ketentuan lebih lanjut tentang ayat 2 dan 3
diatur dengan peraturan pemerintah
Pasal 76 aborsi dapat dilakukan sebelum kehamilan
berumur 6 minggu kecuali dalam hal kedaruratan, dilakukan oleh tenaga
kesehatan, adanya persetujuan bumil dan izin suami (pemerkosaan) dan penyedia
layanan kesehatan yang memenuhi syarat (Anonim, 2009).
UU No. 36
th. 2009 ini menjelaskan setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali
indikasi kedaruratan medis, kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma
psikologis bagi korban namun hanya dapat dilakukan setelah konseling dengan
konselor yang kompoten dan berwenang dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
telah ahli (Anonim, 2009).
2.
Mengetahui
dan menjelaskan definisi, macam-macam, resiko dari MAP
Definisi; Morning after pill atau kontrasepsi pasca sanggama
adalah kontrasepsi hormonal darurat yang digunakan setelah berhubungan seksual/pasca senggama tanpa pelindung. Pil ini berisi levonorgestrel pada dosis 0,75 mg
2x1 dan 1,5 mg 1x1 (Postinor®, Vortinor®). Bekerja
dengan cara menghambat ovulasi dalam 5-7 hari artinya ovum tidak akan keluar
sehingga mencegah pertemuan dari sperma dan sel telur berada di saluran
reproduksi, bekerja dengan menggangu perkembangan telur dan menghambat
fertilasi (pembuahan). Akan efektif apabila pil pertama diminum kurang dari 72
jam setelah melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan dan pil kedua harus
diminum 12 jam berikutnya (Johnson, 2012).
Jenis pil
kontrasepsi darurat
Cara
|
Merk dagang
|
Dosis
|
Waktu pemberian
|
Progestin
|
Postinor-2
|
2x1 tablet
|
Dalam waktu 3
hari pascasenggama, dosis kedua 12 jam kemudian
|
Estrogen
|
Lynoral,
Premarin, progynova
|
2,5 mg/dosis 10 mg/dosis
|
Dalam waktu 3
hari pascasenggama, 2x1 dosis selama 5 hari
|
Mifepristone
|
RU-486
|
1x600 mg
|
Dalam waktu 3
hari pascasenggama
|
Danazol
|
Danocrine, Azol
|
2x4 tablet
|
Dalam waktu 3
hari pascasenggama, dosis kedua 12 jam kemudian
|
Resiko
penggunaan pil ini adalah mual, muntah, nyeri perut, nyeri payudara,
pusing/sakit kepala, kelelahan, dan pendarahan yang tidak teratur. Menurut WHO
dan FDA, pil kontrasepsi darurat
tidak membahayakan kehamilan yang sudah terjadi dan tidak memberikan efek yang
buruk terhadap pertumbuhan janin (Johnson, 2012).
3.
Mengetahui
prinsip-prinsip EBM
EBM merupakan suatu pendekatan medis dengan hasil-hasil penelitian
terbaru antara subyek pasien dan kejadian untuk menentukan terapi atau
penatalaksanaan suatu penyakit. Adapun prinsip dalam EBM yaitu :
a)
Ask :
mengidentifikasi masalah dan memformulasikan pertanyaan, berupa PICO
b)
Access :
penelusuran artikel terkait permasalahan yang ada,
c)
Appraise :
Mengkaji bukti secara kritis (Critical appraisal),
d)
Apply : menerapkan
hasil pengkaji sesuai pada kasus yang terkait, dan
e)
Audit :
Mengevaluasi efektifitas dan mendokumentasikannya (Zwolsman, 2012 : 511-521).
4.
Mengetahui
dan menjelaskan sikap profesinalisme apoteker dalam PIO berdasarkan kode etik
dan sumpah apoteker terkait dengan skenario
Kode etik. Pada Bab I Kewajiban Umum, Pasal 3 Seorang Apoteker harus
senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta
selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam
melaksanakan kewajibannya. Pasal 5 Di dalam menjalankan tugasnya Seorang
Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang
bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian. Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain. Pasal 7 Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai
dengan profesinya. Bab II Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani. Maknanya seorang apoteker harus menjalankan profesinya sesuai
kompetensi Apoteker dan berpegang teguh prinsip kemanusiaan, menjauhkan diri
dari usaha mencari keuntungan, harus berbudi lurur dan menjadi contoh yang
baik, mengutamakan kepentingan dan menghormati hak azasi pasien (ISFI, 2009).
PP 20/1962 berbunyi Sekalipun diancam, saya tidak akan
mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan
dengan hukum perikemanusiaan (Anonim, 1962).
5.
Mengetahui UU yang mengatur tentang hubungan apoteker
dan pasien
Undang-undang
yang mengatur tentang hubungan antara pasien dan apoteker terdapat UU No. 36 th
2009 pasal 7 Setiap orang berhak untuk mendapatkan
informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab. Pasal
47 Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara
terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. dalam KEPMENKES No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar pelayanan kefarmasian di apotek pada Bab
III, yakni apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti kepada pasien, apoteker harus memberikan konseling, dengan tujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien. Setelah penyerahan obat kepada pasien,
apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien
tertentu (Anonim, 2004). Dalam kode etik Apoteker Indonesia menjelaskan seorang
apoteker harus menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker dan berpegang
teguh prinsip kemanusiaan, menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan, harus
berbudi lurur dan menjadi contoh yang baik, mengutamakan kepentingan dan
menghormati hak azasi pasien. (Anonim, 2004; ISFI, 2009).
6.
Mengetahui
UU yang mengatur tentang pelayanan obat keras berdasarkan resep dokter
Pada PP 51 Tahun 2009 Pasal 24 : Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian
pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: menyerahkan obat keras,
narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan Pasal 21 ayat 2: Penyerahan dan pelayanan obat
berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Sesuai ordonasi obat keras
pada st. No 419 tanggal 22 desember 1949 yang di nyatakan obat keras
adalah obat beracun yang mempunyai khasiat untuk mengobati dan mendisinfeksikan
dan lain-lain tubuh manusia, baik dalam subtasi maupun tidak. Obat daftar G
boleh di serahkan kepada seseorang dengan resep dokter dan obat ini dalam
daftar G tidak boleh di beli bebas harus dengan resep. Menurut Kepmenkes RI 949/2000 yang menetapkan/memasukkan
obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras adalah
obat-obat yang ditetapkan sebagai berikut :
a. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si
pembuat disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan denagn resep dokter.
b. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang
nyata-nyata untuk dipergunakan secara parenteral.
c. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh
Departemen Kesehatan telah dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak
membahayakan kesehatan manusia (Anonim, 1949; 2000; 2009).
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 1949. st. No 419 Tentang
Obat Keras. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 1962. Peraturan
Pemerintah No. 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah/ Janji Apoteker.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. https://ropeg-kemenkes.or.id/documents/pp196220.pdf (Diakses
20 Februari 2014).
Anonim. 2000. Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/ VI/2000. Tentang Penggolongan Obat.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2004. KEPMENKES No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar pelayanan kefarmasian di
apotek. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2009. Peraturan
Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2009. Undang-undang
RI No.36 Tentang Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. T.th KUHP Buku Kedua Bab XIV: Kejahatan Terhadap
Kesusilaan. perpustakaan-elsam.or.id/ruu. (Diakses
20 Februari 2014).
Depertemen Agama. 2013. Alquran
dan terjemahan. Jakarta : PT. Insan Media Pustaka
ISFI. 2009. Kode Etik Apoteker. Kongres Nasional Jakarta.
Johnson, Jennifer. 2012. The Difference Between the Morning-After Pill
and the Abortion Pill.
PPFA New York
Zwolsman, Sandra, Ellen, Lotty, et.all. 2012. Barriers to GPs’ use
of Evidence Based – Medicine. British
Journal of General Practice.
UIn Alauddin Makassar