Kamis, 03 Oktober 2013

DeksroMetorFan

Dekstrometorfan (DMP) telah digunakan sebagai bahan aktif sebagai obat pereda batuk, namun kini telah banyak disalahgunakan sebagai obat 'fly' atau teler.
Tidak hanya Indonesia, beberapa negara juga melakukan penarikan dekstrometorfan karena dapat menyebabkan kematian.
World Health Organization (WHO) dan pada 2008 Food and Drug Administration (FDA) menyatakan dekstrometorfan tidak aman dan mengkhawatirkan.
Sebenarnya sejak kapan Dekstrometorfan digunakan sebagai pereda batuk, mengapa kini dinyatakan sebagai obat pereda batuk yang mematikan?.
Untuk tahu hal tersebut, mari ketahui sejarah pil dekstro ini Dikutip Drug, Kamis (3/10/2013).

Sejarah Dekstrometorfan:
Dekstrometorfan pertama kali dipatenkan oleh perusahaan farmasi Amerika Serikat. Pada 24 September 1954 FDA menyetujuinya sebagai anti tusif (obat batuk).
Dekstrometorfan diidentifikasi sebagai salah satu dari tiga senyawa yang diuji sebagai bagian dari US Navy dan penelitian didanai CIA yang mencari pengganti nonaddictive untuk kodein.
Kemudian 1958 dinyatakan sebagai obat penekan batuk Over The Counter (OTC) penekan pada tahun 1958.
Saat itu belum ada penyalahgunaan sebagai obat 'fly' atau teler. Seiring berjalannya waktu banyak oknum yang menyalahgunakan, dibandingkan kodein dan morfin DMP dapat dikatakan lebih menguntungkan selain harganya murah, dengan dosis sedikit berlebih dari yang dianjurkan dapat menimbulkan efek sebagai obat penenang.
Pada tahun 1960, DMP dipasarkan di Amerika Serikat sebagai satuan tunggal bernama Romilar. Ini dianggap obat batuk aman dibandingkan dengan kodein.
Namun tidak lama setelah itu banyak yang menyalahgunakan Romilar. Dan 13 tahun kemudian sekitar 1973 Romilar ditarik dari peredaran.
Setelah itu perlahan dan secara bertahap DMP diasumsikan rentan terhadap penyalahgunaan. Asumsi tersebut pada tahun 1973 hanya hipotesis sehingga muncul kembali DMP dalam bentuk sirup.
Tahun 1980an dan awal 1990 Amerika Serikat mulai memerangi narkoba dan menginformasikan bahaya penyalahgunaan DMP.
Pertengahan 1990an informasi bahaya DMP terbilang menjadi pusat perhatian, dan akses internet meningkat terkait pencarian informasi bahaya DMP.
Pada tanggal 1 Januari 20132 dekstrometorfan dilarang dijual pada anak-anak di negara bagian California, kecuali dengan resep dokter.
Penarikan DMP dari pasaran karena memberikan efek permanen atau jangka panjang seperti perubahan suasana hati, kepribadian, dan memori.
Hal ini juga dikatakan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza Dra. A. Retno Tyas Utami, Apt., M.Epid efek dari DMP bersifat permanen dan membutuhkan psikiater untuk membantu mengurangi efek dari penyalahgunan tersebut.
"Kalau narkotika golongan satu bisa disembuhkan dengan rehabilitasi tetapi DMP efeknya permanen dan butuh psikiater untuk mengurangi gangguan kejiwaannya," tuturnya.
Karena kasus
Di Indonesia para industri farmasi diberi waktu tenggang untuk penarikan dekstrometorfan dari pasaran sampai batas waktu 30 Juni 2014.

Dekstrometorfan Makin Membahayakn Bila Dicampur dengan Ini

Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza Dra. A. Retno Tyas Utami, Apt., M.Epid mengatakan dekstrometorfaan sediaan tunggal memiliki efek mematikan bila digunakan melebihi dosis.
"Bila dikonsumsi 10 butir atau 1000 mg maka berisiko kematian, maka itu kami (BPOM) menariknya dari peredaran," ujar Retno.
Selain perlu diwaspadai konsumsi dekstrometorfan tunggal, dikutip drug, Kamis (3/10/2013) bahan kimia ini tidak boleh dikonsumsi bersamaan inhibitor MAO dan zat-zat lain.
Bila Anda sedang menggunakan inhibitor MAO seperti isocarboxazid (Marplan), phenelzine (Nardil) , rasagiline (Azilect), selegiline (Eldepryl, Emsam), atau tranylcypromine (Parnate) dalam 14 hari terakhir jangan mengonsumsi pil dekstro.
Selain itu celecoxib (Celebrex), cinacalcet (Sensipar), darifenacin (Enablex), imatinib (Gleevec), quinidine (Quinaglute,Quinidex), Ranolazine (Ranexa), ritonavir (ritonavir), sibutramine (Meridia), terbinafine (Lamisil), dan obat-obatan untuk mengobati tekanan darah tinggi atau obat antidepresan.
Obat antidepresan seperti amitriptyline (Elavil,Etrafon ), bupropion (Wellbutrin, Zyban), fluoxetine (Prozac,Sarafem), fluvoxamine (Luvox), imipramine (Janimine,Tofranil), paroxetine (Paxil), sertraline (Zoloft), dan lain-lain.
Bila pil dekstro tetap digunakan maka berisiko mengancam jiwa, terlebih jika inhibitor MAO belum dibersihkan dari tubuh.
Dekstrometorfan merupakan obat yang sifatnya Over The Counter (OTC) atau obat bebas terbatas. Untuk obat dengan sifat OTC sebaiknya meminta resep dokter atau apoteker, mulai membiasakan membaca label terlebih dahulu sebelum mengonsumsi obat.
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza, BPOM RI, Dra. Retno Tyas Utami, Apt. M.Epid kerap memperingatkan membaca label sebelum mengonsumsi obat.
"Kami (BPOM) saat menerima obat dari industri farmasi selalu menuliskan efek sampingnya pada label, maka dari itu selalu membaca label agar tidak terjadi efek negatif," tutur Retno.
Dekstrometorfan dapat membahayakan bayi yang belum lahir, konsultasi dengan dokter jika Anda sedang hamil atau merencanakan untuk hamil selama pengobatan yang menggunakan dekstrometorfan.
DMP dapat masuk ke dalam ASI dan dapat membahayakan bayi menyusui sehingga sebaiknya hindari penggunaan obat ini ketika masih dalam tahap menyusui.
"Minumlah obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan atau sesuai dengan resep dokter atau apoteker, karena ada beberapa obat yang memang membutuhkan pengawasan khusus," terang Retno.
Selain menghindari bahan-bahan tersebut, sebaiknya juga hindari minum alkohol karena dapat meningkatkan beberapa efek samping dari dekstrometorfan bereaksi pada otak sehingga mengganggu pikiran. Selain itu jangan mengonsumsi pil diet, pil kafein, atau stimulan lainnya (seperti obat ADHD) tanpa saran dokter Anda.


Sumber : Liputan 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar