Dekstrometorfan (DMP) telah digunakan sebagai bahan aktif sebagai obat
pereda batuk, namun kini telah banyak disalahgunakan sebagai obat 'fly' atau
teler.
Tidak hanya Indonesia, beberapa negara juga melakukan penarikan
dekstrometorfan karena dapat menyebabkan kematian.
World Health Organization (WHO) dan pada 2008 Food and Drug Administration
(FDA) menyatakan dekstrometorfan tidak aman dan mengkhawatirkan.
Sebenarnya sejak kapan Dekstrometorfan digunakan sebagai pereda batuk,
mengapa kini dinyatakan sebagai obat pereda batuk yang mematikan?.
Untuk tahu hal tersebut, mari ketahui sejarah pil dekstro ini Dikutip Drug, Kamis (3/10/2013).
Sejarah Dekstrometorfan:
Dekstrometorfan pertama kali dipatenkan oleh perusahaan farmasi Amerika
Serikat. Pada 24 September 1954 FDA menyetujuinya sebagai anti tusif (obat
batuk).
Dekstrometorfan diidentifikasi sebagai salah satu dari tiga senyawa yang
diuji sebagai bagian dari US Navy dan penelitian didanai CIA yang mencari
pengganti nonaddictive untuk kodein.
Kemudian 1958 dinyatakan sebagai obat penekan batuk Over The
Counter (OTC) penekan pada
tahun 1958.
Saat itu belum ada penyalahgunaan sebagai obat 'fly' atau teler. Seiring
berjalannya waktu banyak oknum yang menyalahgunakan, dibandingkan kodein dan
morfin DMP dapat dikatakan lebih menguntungkan selain harganya murah, dengan
dosis sedikit berlebih dari yang dianjurkan dapat menimbulkan efek sebagai obat
penenang.
Pada tahun 1960, DMP dipasarkan di Amerika Serikat sebagai satuan tunggal
bernama Romilar. Ini dianggap obat batuk aman dibandingkan dengan kodein.
Namun tidak lama setelah itu banyak yang menyalahgunakan Romilar. Dan 13
tahun kemudian sekitar 1973 Romilar ditarik dari peredaran.
Setelah itu perlahan dan secara bertahap DMP diasumsikan rentan terhadap
penyalahgunaan. Asumsi tersebut pada tahun 1973 hanya hipotesis sehingga muncul
kembali DMP dalam bentuk sirup.
Tahun 1980an dan awal 1990 Amerika Serikat mulai memerangi narkoba dan
menginformasikan bahaya penyalahgunaan DMP.
Pertengahan 1990an informasi bahaya DMP terbilang menjadi pusat perhatian,
dan akses internet meningkat terkait pencarian informasi bahaya DMP.
Pada tanggal 1 Januari 20132 dekstrometorfan dilarang dijual pada anak-anak
di negara bagian California, kecuali dengan resep dokter.
Penarikan DMP dari pasaran karena memberikan efek permanen atau jangka
panjang seperti perubahan suasana hati, kepribadian, dan memori.
Hal ini juga dikatakan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza
Dra. A. Retno Tyas Utami, Apt., M.Epid efek dari DMP bersifat permanen dan
membutuhkan psikiater untuk membantu mengurangi efek dari penyalahgunan
tersebut.
"Kalau narkotika golongan satu bisa disembuhkan dengan rehabilitasi
tetapi DMP efeknya permanen dan butuh psikiater untuk mengurangi gangguan
kejiwaannya," tuturnya.
Karena kasus
Di Indonesia para industri farmasi diberi waktu tenggang untuk penarikan
dekstrometorfan dari pasaran sampai batas waktu 30 Juni 2014.
Deputi Bidang Pengawasan Produk
Terapetik dan Napza Dra. A. Retno Tyas Utami, Apt., M.Epid mengatakan
dekstrometorfaan sediaan tunggal memiliki efek mematikan bila digunakan
melebihi dosis.
"Bila dikonsumsi 10 butir
atau 1000 mg maka berisiko kematian, maka itu kami (BPOM) menariknya dari
peredaran," ujar Retno.
Selain
perlu diwaspadai konsumsi dekstrometorfan tunggal, dikutip drug, Kamis
(3/10/2013) bahan kimia ini tidak boleh dikonsumsi bersamaan inhibitor MAO dan
zat-zat lain.
Bila Anda
sedang menggunakan inhibitor MAO seperti isocarboxazid (Marplan), phenelzine
(Nardil) , rasagiline (Azilect), selegiline (Eldepryl, Emsam), atau
tranylcypromine (Parnate) dalam 14 hari terakhir jangan mengonsumsi pil
dekstro.
Selain
itu celecoxib (Celebrex), cinacalcet (Sensipar), darifenacin (Enablex),
imatinib (Gleevec), quinidine (Quinaglute,Quinidex), Ranolazine (Ranexa),
ritonavir (ritonavir), sibutramine (Meridia), terbinafine (Lamisil), dan
obat-obatan untuk mengobati tekanan darah tinggi atau obat antidepresan.
Obat
antidepresan seperti amitriptyline (Elavil,Etrafon ), bupropion (Wellbutrin,
Zyban), fluoxetine (Prozac,Sarafem), fluvoxamine (Luvox), imipramine
(Janimine,Tofranil), paroxetine (Paxil), sertraline (Zoloft), dan lain-lain.
Bila pil
dekstro tetap digunakan maka berisiko mengancam jiwa, terlebih jika inhibitor
MAO belum dibersihkan dari tubuh.
Dekstrometorfan
merupakan obat yang sifatnya Over The Counter (OTC) atau obat bebas terbatas.
Untuk obat dengan sifat OTC sebaiknya meminta resep dokter atau apoteker, mulai
membiasakan membaca label terlebih dahulu sebelum mengonsumsi obat.
Deputi
Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza, BPOM RI, Dra. Retno Tyas Utami,
Apt. M.Epid kerap memperingatkan membaca label sebelum mengonsumsi obat.
"Kami
(BPOM) saat menerima obat dari industri farmasi selalu menuliskan efek
sampingnya pada label, maka dari itu selalu membaca label agar tidak terjadi
efek negatif," tutur Retno.
Dekstrometorfan
dapat membahayakan bayi yang belum lahir, konsultasi dengan dokter jika Anda
sedang hamil atau merencanakan untuk hamil selama pengobatan yang menggunakan
dekstrometorfan.
DMP dapat
masuk ke dalam ASI dan dapat membahayakan bayi menyusui sehingga sebaiknya
hindari penggunaan obat ini ketika masih dalam tahap menyusui.
"Minumlah
obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan atau sesuai dengan resep dokter atau
apoteker, karena ada beberapa obat yang memang membutuhkan pengawasan
khusus," terang Retno.
Selain
menghindari bahan-bahan tersebut, sebaiknya juga hindari minum alkohol karena
dapat meningkatkan beberapa efek samping dari dekstrometorfan bereaksi pada
otak sehingga mengganggu pikiran. Selain itu jangan mengonsumsi pil diet, pil
kafein, atau stimulan lainnya (seperti obat ADHD) tanpa saran dokter Anda.
Sumber : Liputan 6